Sabtu, 30 November 2013
Jumat, 29 November 2013
Manusia Dan Tanggung Jawab
Tanggung
jawab adalah sifat terpuji yang mendasar dalam diri manusia. Selaras
dengan fitrah. Tapi bisa juga tergeser oleh faktor eksternal. Setiap
individu memiliki sifat ini. Ia akan semakin membaik bila kepribadian
orang tersebut semakin meningkat. Ia akan selalu ada dalam diri manusia
karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari
kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah
yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.
Seorang
muslim tidak boleh melepas tangan (menghindar dari tanggung jawab) dengan
beralasan bahwa kesalahan yang ia kerjakan adalah takdir yang ditentukan
Allah kepadanya. Tanggung jawab tetap harus ditegakkan. Allah hanya
menentukan suratan ulisan) tentang apa yang akan dikerjakan manusia
berdasarkan keinginan mereka yang merdeka, tidak ada paksaan. Dari sinilah
manusia dituntut untuk bertanggung jawab terhadap apa yang ia lakukan.
Mulai dari hal yang sangat kecil sampai yang paling besar. "Barang
siap yang berbuat kebaikan, walau sebesar biji atom, dia akan melihatnya.
Dan barang siapa yang berbuat kejelekan, walau sebesar biji atom, maka ia
akan melihatnya pula" (al Zalzalah 7-8).
http://dicky_funny.tripod.com/tanggungjawab.htm
Tanggung
jawab mempunyai kaitan yang sangat erat dengan perasaan. Yang kami maksud
adalah perasaan nurani kita, hati kita, yang mempunyai pengaruh besar
dalam mengarahkan sikap kita menuju hal positif. Nabi bersabda:
"Mintalah petunjuk pada hati (nurani)mu."
Dalam
wacana keislaman, tanggung jawab adalah tanggung jawab personal. Seorang
muslim tidak akan dibebani tanggung jawab orang lain. Allah berfirman:
"Setiap jiwa adalah barang gadai bagi apa yang ia kerjakan." Dan
setiap pojok dari ruang kehidupan tidak akan lepas dari tanggung jawab. Kullukum
râ'in wa kullukum mas'ûlun 'an Ro‘iyyatih.....
Tanggung
jawab bisa dikelompokkan dalam dua hal. Pertama, tanggung jawab
individu terhadap dirinya pribadi. Dia harus bertanggung jawab terhadap
akal(pikiran)nya, ilmu, raga, harta, waktu, dan kehidupannya secara umum.
Rasulullah bersabda: "Bani Adam tidak akan lepas dari empat
pertanyaan (pada hari kiamat nanti); Tentang umur, untuk apa ia habiskan;
Tentang masa muda, bagaimana ia pergunakan; Tentang harta, dari mana ia
peroleh dan untuk apa ia gunakan; Tentang ilmu, untuk apa ia
amalkan."
Kedua,
tanggung jawab manusia kepada orang lain dan lingkungan (sosial) di mana
ia hidup. Kita ketahui bersama bahwa manusia adalah makhluq yang
membutuhkan orang lain dalam hidupnya untuk pengembangan dirinya. Dengan
kata lain, ia mempunyai kewajiban-kewajiban moral terhadap lingkungan
sosialnya. Kewajiban sangat erat kaitannya dengan eksistensi seseorang
sebagai bagian dari masyarakat. Kita sadar bahwa kalau kita tidak
melaksanakan tanggung jawab terhadap orang lain, tidak pantas bagi kita
menuntut orang lain untuk
bertanggung jawab pada kita. Kalau kita tidak berlaku adil pada orang
lain, jangan harap orang lain akan berbuat adil pada kita.
Ada
sebagian orang yang berkata bahwa kesalahan-kesalahan yang ia lakukan
adalah takdir yang telah ditentukan Tuhan kepadanya. Dan dia tidak bisa
menolaknya. Satu misal sejarah; suatu ketika di masa Umar bin Khattab,
seorang pencuri tertangkap dan kemudian
dibawa ke hadapan khalifah. Beliau bertanya: "Mengapa kamu
mencuri?", pencuri itu menjawab "Ini adalah takdir. Saya tidak
bisa menolaknya." Khalifah Umar kemudian menyuruh sahabat-sahabat
untuk menjilidnya 30 kali. Para sahabat heran dan bertanya "Mengapa
dijilid? bukankah itu menyalahi aturan?"
Khlaifah menjawab "Karena ia telah berdusta kepada
Allah."
http://dicky_funny.tripod.com/tanggungjawab.htm
Jumat, 15 November 2013
Kultum Minggu Ke-4
Jum'at, 16 Oktober 2013
Beberapa Kader yang dimotori oleh Kiwong, Exo, Asep, Apri, Faiz dkk, tengah asik larut dalam Agenda Kultum. Beberapa materi yang disampaikan sangat bermanfaat, diantaranya;
1. Exo membahas tentang Terlarangnya Laknat dan Umpatan dari bibir seorang muslim;
2. Ay/Apri membahas tentang Kepahlawanan dan cara mengisi kemerdekaan pada masa sekarang;
3. Kiwong mengutarakan tentang Analisis terhadap keburukan media terhadap generasi muda;
4. Asep menceritakan materi bertemakan 'Pemenang Kehidupan'.
Kawan-kawan terlihat tidak sebanyak biasanya karena beberapa kader HMI sedang mengikuti LK-1 di IAIN-SMHB.
Dalam kesempatan ini Kang Jalal tetap mendampingi. Ketika ditanya apa tidak bosan mendampingi kami terus-menerus, Beliau hanya singkat berujar 'saya tidak ingin jatah pahala ini jatuh ke tangan orang lain'...
Kami masih percaya bahwa 'masa depan sebuah bangsa ada di tangan kami (pemuda-red).
Yakusa------
Kamis, 14 November 2013
Pengantar Redaksi
Pengantar Redaksi
Assalamuallaikum Wr.Wb
Tidak bosan-bosannya kami mengucapkan Alhamdulillah
tanda rasa syukur kami kepada sang maha kuasa, tidak terasa bulletin “Insan Akademis” sudah memasuki edisi yang ke #4. Kami dari
HMI Komisariat STIe Bina Bangsa tetap setia untuk menulis dan menampung tulisan
dari kawan-kawan mahasiswa STIE Bina Bangsa, adapun dari jajaran dosen yang
ingin menyumbangkan tulisannya kami persilahkan dengan senang hati.
Sebagai pengantar
dalam edisi #4 ini, kami dari tim redaksi mengucapkan selamat hari
pahlawan nasional, dalam rangka hari pahlawan kami mengajak kawan-kawan
mahasiswa untuk melanjutkan perjuangan dan tidak melupakan jasa
pahlawan-pahlawan kita yang terdahulu yang berani berdiri di garis depan dalam
memperjuangkan bangsa ini untuk melawan para penjajah, dengan cara kegiatan
postif tentunya yang bisa bermanfaat bagi lingkungan di sekitar kita, sebagai
mahasiswa kita bisa melanjutkan perjuangan dengan mengamalkan tri dharma
perguruan tinggi(pendidikan, penelitian, dan pengabdian terhadap masyarakat).
Salam,
Redaksi
Makna Hari Pahlawan
Makna Hari Pahlawan
Oleh : Apriyudin
Setiap tanggal 10 November bangsa kita merayakan Hari
Pahlawan. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah
bersedia mengorbankan jiawa,raga dan hartanya untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan. Mengapa tanggal 10 November dipilih sebagai Hari
Pahlawan karena pada saat itu para pejuang kita bertempur mati-matian untuk
melawan tentara Inggris di Surabaya.
Padahal saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata
api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita
tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal
pada saat perjuangan itu yakni Bung Tomo yang mampu menyalakan semangat
perjuangan rakyat lewat siaran-siarannya radio. Setiap tahun kita mengenang
jasa para pahlawan. Namun terasa, mutu
peringatan itu menurun dari tahun
ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan
yang kita lakukan sekarang cenderung bersifat hanya seremonial saja. Memang
kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu
itu.Tugas kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi
kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita wajib
menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah kita merayakan
Hari Pahlawan setiap 10 November.Akan tetapi kepahlawanan tidak hanya sekedar
itu saja.
Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi
pahlawan. Menghadapi situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak
pahlawan dalam segala bidang kehidupan. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak
pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang adil
dan demokratis, dan Indonesia yang bersih dan bebas korupsi. Negeri kita sedang
diwarnai kasus korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Karena sudah
melibatkan para pejabat tinggi dan yang paling menyedihkan sudah melibatkan
para penegak hukumnya sendiri. Yang semestinya mereka membantu membrantas
korupsi namun sekarang kebalikan dari semua itu. Dan kita sangat membutuhkan
orang-orang berani untuk memberantasnya.Karena korupsi adalah akar dari
kehancuran sebuah Negara. Karekteristik seorang pahlawan adalah jujur,
pemberani, dan rela melakukan apapun demi kebaikan dan kesejahteraan orang
banyak.
Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena
itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari
dalam hidup kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk
diri kita sendiri dan keluarga. Artinya, kita menjadi warga yang baik dan
meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Kita bertanya pada diri
sendiri apakah kita rela mengorbankan diri untuk mengembangkan diri dalam
bidang kita masing-masing dan mencetak prestasi dengan cara yang adil, pantas
dan wajar. Itulah pahlawan sekarang.
Sumber: http://raytkj.blogspot.com/2012/11/makna-hari-pahlawan-10-november-2012.html
.Jangan Asal Mengucapkan Kata-kata Laknat
.Jangan Asal Mengucapkan Kata-kata Laknat
Oleh : Eko Nurcahyo
Kata laknat yang sudah menjadi
bagian dari bahasa Indonesia memiliki dua makna dalam bahasa Arab yaitu bermakna mencerca, yang kedua bermakna
pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah.Ucapan laknat ini
mungkin terlalu sering kita dengar dari orang-orang di lingkungan kita dan
sepertinya saling melaknat merupakan perkara yang biasa bagi sementara orang,
padahal melaknat seorang Mukmin termasuk dosa besar. Tsabit bin Adl Dlahhak
radhiallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda : ‘Siapa yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR.
Bukhari dalam Shahihnya 10/464)
Ucapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :
((“Fahuwa Kaqatlihi”/Maka ia seperti membunuhnya)) dijelaskan oleh Al Hafidh
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari : “Karena jika
ia melaknat seseorang maka seakan-akan ia
mendoakan kejelekan bagi orang tersebut dengan kebinasaan.”Sebagian wanita
begitu mudah melaknat orang yang ia benci bahkan orang yang sedang berpekara
dengannya, sama saja apakah itu anaknya, suaminya, hewan atau selainnya.
Sangat tidak pantas bila ada seseorang yang
mengaku dirinya Mukmin namun lisannya terlalu mudah untuk melaknat. Sebenarnya
perangai jelek ini bukanlah milik seorang Mukmin, sebagaimana Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Bukanlah seorang Mukmin itu
seorang yang suka mencela, tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang
yang keji dan kotor ucapannya.” (HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad
halaman 116 dari hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Hadits ini
disebutkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah dalam Kitabnya
Ash Shahih Al Musnad 2/24)
Dan melaknat itu bukan pula sifatnya
orang-orang yang jujur dalam keimanannya (shiddiq), karena Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Tidak pantas bagi seorang shiddiq untuk menjadi
seorang yang suka melaknat.” (HR. Muslim no. 2597)
Pada hari kiamat nanti, orang
yang suka melaknat tidak akan dimasukkan dalam barisan para saksi yang mempersaksikan
bahwa Rasul mereka telah menyampaikan risalah dan juga ia tidak dapat memberi
syafaat di sisi Allah guna memintakan ampunan bagi seorang hamba. Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Orang yang suka melaknat itu bukanlah
orang yang dapat memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari
kiamat.” (HR. Muslim dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu ‘anhu)
Perangai yang buruk ini sangat
besar bahayanya bagi pelakunya sendiri. Bila ia melaknat seseorang, sementara
orang yang dilaknat itu tidak pantas untuk dilaknat maka laknat itu kembali
kepadanya sebagai orang yang mengucapkan.
Imam Abu Daud rahimahullah
meriwayatkan dari hadits Abu Darda radhiallahu ‘anhu bahwasannya Nabi
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Apabila seorang hamba melaknat
sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit, lalu tertutuplah pintu-pintu
langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia mengambil ke kanan dan ke
kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka ia kembali kepada orang
yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan jika tidak ia kembali
kepada orang yang mengucapkannya.”
Kata Al Hafidh Ibnu Hajar hafidhahullah
tentang hadits ini : “Sanadnya jayyid (bagus). Hadits ini memiliki syahid dari
hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu dengan sanad yang hasan. Juga memiliki
syahid lain yang dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari hadits Ibnu Abbas
radhiallahu ‘anhuma. Para perawinya adalah orang-orang kepercayaan (tsiqah),
akan tetapi haditsnya mursal.”
Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam
larangan melaknat ini yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari
kalangan Muslimin namun tidak secara ta’yin (menunjuk langsung dengan menyebut
nama atau pelakunya). Tetapi laknat itu ditujukan secara umum, misal kita
katakan : “Semoga Allah melaknat para pembegal jalanan itu… .”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
sendiri telah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta
disambungkan rambutnya.
Beliau juga melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki dan masih banyak lagi.
Berikut ini kami sebutkan beberapa haditsnya : “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde)
dan wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam
Shahih keduanya)
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
mengabarkan :
“Allah melaknat wanita yang membuat tato,
wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang
minta dicabutkan alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk
tujuan memperindahnya, wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR.
Bukhari dan Muslim dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu)
“Allah melaknat
laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR.
Bukhari dalam Shahihnya)
Dibolehkan juga melaknat orang kafir yang
sudah meninggal dengan menyebut namanya untuk menerangkan keadaannya kepada
manusia dan untuk maslahat syar’iyah. Adapun jika tidak ada maslahat syar’iyah
maka tidak boleh karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Janganlah kalian mencaci orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah
sampai/menemui (balasan dari) apa yang dulunya mereka perbuat.” (HR. Bukhari
dalam Shahihnya dari hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)
Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini
dan ancaman serta bahayanya yang bakal diterima oleh pengucapnya, maka
hendaklah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala. Janganlah kita membiasakan lisan
kita untuk melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita
bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari
ucapan yang tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah.
Wallahu a’lam bis shawwab.
Referensi
: Dari berbagai sumber
Peran Mahasiswa dalam Peradaban Pendidikan Bangsa
Oleh. E. Jalaludin
Pendidikan
Bangsa
“Seluruh Dunia tahu bahwa pendidikan di
Indonesia mengalami akselerasi merosot tajam dalam lima (terutama tiga) dekade terakhir di banding negara
lain meski lebih kecil seperti Hongkong…..
…..Namun dengan
alasan mengalahkan negara Hongkong-pun bukan ukuran keberhasilan pendidikan di
Indonesia, tidak sekarang dan tidak kapanpun”.[1]
Salah satu tujuan negara yang tertuang dalam
UUD 1945 bahwa “…mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia[2]….”.
Terlepas dari segi Etimologi atau bukan memang harus kita yakini bahwa
kecerdasan generasi bangsa menjadi tanggung jawab negara. Negara diharuskan
terlibat penuh dalam pencerdasan kehidupan bangsa. Bahkan bisa dengan menutup
mata kita menganggap bahwa negara yang baik adalah negara yang mampu menyelenggarakan
pendidikan dengan layak seperti yang dilakukan oleh Jepang.[3]
Ukuran keberhasilan pendidikan di setiap
negara khususnya Indonesia ialah sejauh mana pendidikan nasional yang
digeliatkan merupakan usaha yang relevan di tinjau dari amanah konstitusi untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejauh mana pendidikan mendatangkan kesejahteraan
bagi bangsa. Sejauh mana pendidikan berhasil membangun sebuah bangsa yang
bermartabat, kokoh dan maju. Selama itu semua belum tercapai, pendidikan
nasional tidak bermakna apa-apa dan tidak patut di banggakan meski dengan
mencatut manajemen pendidikan berbasis sekolah dari negara lain, tidak akan
pernah sesuai dan sesubur benih aslinya karena yang dicontoh hanya bentuk
lahirnya saja, tidak melalui penciptaan iklim dan ekologi yang kondusif.[4]
Pendidikan diselenggarakan dalam rangka
membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Akan
tetapi, seperti kita ketahui bahwa model pendidikan (kampus_red) yang sekarang
hanya membebani mahasiswa dengan hapalan-hapalan rumus, teori, sekedar
mengerjakan soal, tapi seringkali tidak sanggup untuk menerjemahkan kedalam
realitas sosial. Fenomena penyelenggaraan pendidikan yang hanya sekedar “transfer
of knowledge“[5]
sehingga kurang menyentuh aspek riil permasalahan masyarakat.
Pendidikan menjadi tercabut dari problem
riil yang seharusnya mereka jawab dan selesaikan. Pendidikan kita selama ini
hanya berfungsi untuk “membunuh”
kreativitas siswa/mahasiswa, karena lebih mengedepankan aspek verbalisme.[6]
Verbalisme merupakan suatu asas pendidikan
yang menekankan hapalan bukannya pemahaman, mengedepankan formulasi daripada
substansi, parahnya lebih menyukai keseragaman bukannya kemandirian serta
hura-hura klasikal bukannya petualangan intelektual. Model pendidikan seperti
ini disebut sebagai banking education,[7]
yaitu suatu model pendidikan yang tidak kritis, karena hanya diarahkan untuk
domestifikasi, penjinakan, penyesuaian sosial dengan keadaan penindasan.
Pendidikan merupakan aspek paling penting
pada sebuah peradaban bangsa. Dengan
pendidikan yang berkualitas dan berkarakter dapat dipastikan sebuah bangsa
dapat mengoptimalkan pembangunannya. Masalah-masalah sosial seperti kemiskinan,
pengangguran, yang berimplikasi pada
kelaparan dan masalah lainnya bukan tidak mungkin bahkan diyakini dapat teratasi
oleh sistem pendidikan yang terintegrasi dan memiliki visi yang jelas meski tanpa menafikan faktor-faktor
penunjang lainnya.
Kita mungkin masih ingat
bahwa mengenai data Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua atau Education For All di Indonesia MENURUN. Jika pada 2010 lalu Indonesia
berada di peringkat 65, tahun 2011 merosot ke peringkat 69. Berdasarkan data dalam Education For All
(EFA) Global Monitoring Report 2011: The
Hidden Crisis, Armed Conflict And Education yang dikeluarkan Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), Indeks Pembangunan
Pendidikan atau Education Development Index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934.
Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1.
Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman
perolehan empat kategori penilaian, diantaranya angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah
dasar (SD).
Gambaran diatas
mengesankan bahwa pendidikan di Indonesia sangat tertinggal jauh di bawah
Malaysia apalagi Jepang. Meski Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari
Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Banyak hal yang menyebabkan kondisi
pendidikan di Indonesia terpuruk seperti ini. Sistem pendidikan di Indonesia
yang tidak stabil, anggaran pendidikan yang kurang tepat sasaran, kualitas
sumber daya pengajar yang kurang diperhatikan, serta Infrastuktur pendidikan
yang belum memadai menjadi penyebab selanjutnya. Jika Indonesia hanya pulau
Jawa, tingkat pembangunan infrastuktur bidang pendidikan bisa dibilang bagus.
Akan tetapi, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya juga merupakan bagian dari
Indonesia. Sudahkah infrastuktur pendidikan di sana memadai? Hal ini juga
berdampak pada ketidakmerataan tingkat pendidikan di Indonesia.
Peran Mahasiswa
Pernah suatu ketika sebuah mata kuliah dosen
pengampu saya berkata bahwa yang melekatkan kata “Maha” di dunia ini hanya ada
beberapa. Diantaranya; Maha Kuasa (Tuhan), Maha guru (Ahli) dan Mahasiswa (Pelajar
Perguruan Tinggi). Memang tak dipungkiri bahwa peletakan kata “maha” adalah bentuk penghargaan
tertinggi terhadap mahasiswa (meski masih belajar). Kita semua telah memahami satu hal bahwa
mahasiswa memiliki posisi penting di masyarakat dan bangsa ini. Mahasiswa-pun
adalah fase manusia yang paling optimal dengan kekuatan fisik, kematangan
pikiran, intelektualitas, seluruhnya sudah terdapat pada fase mahasiswa. Maka
sudah sepantasnya-lah mahasiswa mampu memiliki kepekaan yang tinggi. Kepekaan
terhadap kondisi kekinian bangsa, kepekaan terhadap perbaikan terhadap kemunduran
paradigma dan dituntut memiliki kecenderungan untuk peduli terhadap banyak
aspek di negara ini, salah satunya adalah aspek pendidikan.
Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa,
ditangan para pemuda (mahasiswa)-lah masa depan sebuah bangsa (al-hadits), yang
ternyata diterima atau tidak telah menanggung dosa para pendahulu dan dipaksa harus
meneruskan serta meluruskan konsep para pendahulu. Mahasiswa dituntut untuk
mampu meng-ejawantahkan pemahaman dan kompetensinya serta ikut serta mengatasi
keterpurukan yang tengah dialami bangsa ini. Mahasiswa diharapkan peka
menanggapi masalah seputar pendidikan ini. Karena pada hakekatnya, mahasiswa
adalah jembatan intelektualisme dari pemahaman konsep menuju peng-ejawantahan pada
tatanan realitas.
Mahasiswa merupakan entitas yang bisa
menikmati nikmatnya konsep intelektualisme di tingkat perguruan tinggi. Oleh
karena itu, bukan saatnya lagi bagi mahasiswa untuk bersifat egois, melakukan
demonstrasi atas kebijakan pendidikan di kampus saja (terkadang anarkis).
Sekarang saatnya mahasiswa harus memikirkan solusi atas permasalahan di dunia
pendidikan ini.
Namun, pertanyaan besar kembali hadir, bukankah
mahasiswa tidak mungkin membuat keputusan strategis mengenai sistem pendidikan?.
Bukankah mahasiswa pun tidak mungkin meningkatkan kualitas dosen dengan
mengadakan program sertifikasi mandiri, membangun infrastuktur secara mandiri,
dan hal-hal yang bersifat strategis lainnya. Lalu apa yang bisa mahasiswa
lakukan?.
Peran dan Fungsi Mahasiswa-lah yang
seharusnya dapat diterapkan sebagai solusi di bidang pendidikan ini. Dengan
mengamalkan Peran dan Fungsi Mahasiswa (PFM), mahasiswa bisa membuat suatu
pemikiran yang rekonstruktif dan solutif terhadap permasalahan seputar
pendidikan di bangsa ini. Buah pikiran tersebut dapat disumbangkan kepada pihak
terkait. Selain itu mahasiswa bisa melakukan kontrol terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan. Dengan demikian,
komunikasi antara mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah dapat berjalan dengan
baik dengan menghasilkan suatu solusi bagi kebuntuan permasalahan
pendidikan.
Mahasiswa
sebagai generasi intelektual hanya bisa dihargai eksistensinya dengan kualitas
intelektualnya pula, bukan dengan hal lainnya. Jika mahasiswa sudah tidak lagi
bisa mengandalkan kecemerlangan intelektualnya, maka kemampuan lain apa yang
bisa diberikan mahasiswa bagi negara ini. Oleh karena itu mahasiswa memiliki
kontribusi yang besar terhadap peningkatan mutu pendidikan bangsa. Beberapa hal
yang bisa dilakukan mahasiswa diantaranya:
a)
Pengembangan
Potensi Diri
Mahasiswa
mengembangkan potensi dirinya sebagai bentuk kesadaran akan hakikat pendidikan
yang mendasar. Mahasiswa diharapkan mampu menjual diri[8]
(menemukan bakat dan kemampuan pribadi dan meng-ejawantahkan menjadi
keunggulan- red) dan mampu mengembangkan kemampuan dirinya sehingga menjadi
sebuah sumber kekayaan intelektual yang akan berguna bagi kemajuan diri dan
lingkungannya.
b) Melakukan Kontrol Kebijakan Pemerintah
Sesuai dengan
peran dan fungsinya, mahasiswa wajib melakukan kontrol kebijakan pemerintah, khususnya
kebijakan mengenai penentuan arah dan karakteristik pendidikan bangsa. Sehingga
mampu menganalisa kebijakan dan melakukan control terhadapnya.
c)
Memenuhi Kebutuhan akan Perbaikan Sistem
Pendidikan Nasional
Mahasiswa
seharusnya mampu menjawab dan memberi solusi atas kebutuhan-kebutuhan akan
perbaikan sistem pendidikan di Indonesia. Hal yang paling sederhana adalah
dengan berprestasi di bidang masing-masing. Dengan itu, akan lahir banyak ahli
di banyak bidang. Ahli-ahli tersebut sekaligus sebagai pemberi solusi terhadap
permasalahan pendidikan di Indonesia.
Dengan menerapkan usaha-usaha
tersebut, diharapkan mahasiswa benar-benar berperan dalam perbaikan kualitas
pendidikan di Indonesia. Indonesia tidak butuh wacana untuk berubah. Indonesia
butuh pe-ubah, entitas yang bisa mengubah keterpurukan menjadi kemakmuran.
Mahasiswa harus mampu menjadi entitas pe-ubah itu, demi Indonesia yang lebih
baik dan bermartabat.
Revitalisai Peran
Strategis Mahasiswa dan Kampus (Menjawab Tantangan Realitas).
Sebagai anak bangsa kita
semua mendambakan terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang cerdas dan
berbahagia serta makmur melalui pendidikan nasional. Untuk mencapai hal
tersebut dibutuhkan sistem pendidikan yang meng-indonesia-kan.
Pentingnya pendidikan
tinggi seharusnya tidak hanya sekedar sadar atau reseptif akan kemajuan ilmu
dan teknologi masa depan, tetapi seharusnya pendidikan tinggi pun berfungsi
untuk membenahi tingkat pendidikan di bawahnya. Paradigma yang ada pada beberapa
bagian aktivitas para mahasiswa senantiasa dihabiskan dengan hanya belajar
dikelas, menerima dan mengerjakan tugas dan bermain. Begitulah
pemandangan suram yang sering kita lihat dalam dunia kampus. Barangkali,
apabila karena faktor internal (karena mahasiswa itu sendiri) maka bisa kita
maklumi. Akan tetapi apabila hal ini karena akibat sistem yang membuat mereka
seperti itu dalam kehidupan kampus, maka bukan waktunya lagi mahasiswa untuk
diam dan jalan ditempat. Mari kita cermati, akibat tepenjaranya gagasan-gagasan
mereka (mahasiswa) yang cerdas, maka tidak heran apabila kita melihat
berbagai organisasi mahasiswa hanya terlihat nampak hidup dalam kampus (action
in the box) bagaikan lembaga seminar, komunitas pembuat proposal, tempat
mengobrol dan lain sebagainya. Walaupun begitu, ditengah meningkatnya
atmosfer wabah ‘hedonisme’ yang
menjangkit para mahasiswa masih kita lihat dan menemukan sosok-sosok mahasiswa
idealis yang walaupun mereka kaum minoritas tapi peran mereka mayoritas dalam
memberikan solusi terhadap masalah yang ada, tentunya dengan kecerdasan
pembuatan kebijakan-kebijakan yang mereka buat.
Mahasiswa adalah agen of change (agen pe-ubah), agen pembelajar.
Kampus adalah sebuah sumber yang menjadi muara tempat menimba ilmu membutuhkan
dua bahan dasar utama; mahasiswa dan sistem
Menuju Gerakan Pemecahan Masalah Sosial
Mahasiswa dikampus yang
masih aktif kuliah disebut dalam tataran “experiment to learn” sementara
dalam kehidupan masyarakat, mahasiswa diajarkan “experiment to action”
dan ketika mereka benar-benar lulus dari kampus dan membaur dengan masyarakat
maka itulah saatnya “given the real contribution”, bukan waktunya experiment
lagi. Oleh karena itu mahasiswa dituntut untuk merubah wacana menjadi aksi
nyata yang diharapkan mampu memberikan jawaban atas keterpurukan bangsa (red).
Pendidikan diselenggarakan dalam rangka
membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang melingkupinya. Fidaus M.
Yunus (2004) menyampaikan keresahannya dalam buku “Pendidikan Berbasis
Realitas Sosial”, secara gamblang dia menuturkan mengenai fenomena
penyelenggaraan pendidikan yang hanya sekedar “transfer of knowledge“
sehingga kurang menyentuh aspek riil permasalahan masyarakat. Perbincangan
diseputar pendidikan adalah pada hakikatnya perbincangan mengenai manusia itu
sendiri, artinya perbincangan diri sendiri sebagai yang berhak mendapatkan
pendidikan.
Terdapat tiga “saham pendidikan” yang itu
menjadi bahan dasar miniatur pendidik formal, yaitu : a). mahasiswa sebagai
agen pembelajar, b). sistem sebagai rule and law, dan c). kampus yang
menjadi muara tempat mereka menimba ilmu. Sebagai sebuah bangunan, kampus
membutuhkan dua bahan dasar utama : akademisi (mahasiswa) dan sistem.
Apabila ketiga “saham pendidikan” ini (kampus, sistem dan mahasiswa)
telah bersinergi menuju kematangannya maka dengan penuh kebanggaan, mereka
(mahasiswa) harus di antarkan dengan karpet merah untuk melakukan misi
selanjutnya, yaitu “Ekspansi Akademik” agar keluar dari kampus dan menyatu
dengan realitas sosial., karena proses kebangkitan sebuah bangsa pertama-tama
harus dipandang sebagai sebuah peradaban yang besar dan kompleks yang tentunya
mencangkup masyarakat luas.
Potensi-potensi yang dimiliki mahasiswa
merupakan ‘amunisi mutakhir’ dalam pemberantasan problematika yang ada dalam
masyarakat terutama dalam lingkup pendidikannya. Mereka yang sudah tercerahkan
dari dunia kampus harus melakukan pencerahan kembali kepada masyarakat yang
mana dengan segala keterbatasannya, masyarakat tidak bisa mendapatkan
pencerahan itu dikampus. Dengan program pemberdayaan manusia diantaranya Kuliah
Kerja Mahasiswa (KKM), Praktek Pendidikan Lapangan (PPL) sebagai aset permanen,
dan banyak program lain yang dapat dilakukan mahasiswa dalam membantu
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Jika sudah demikian, mungkin tidak
terlalu memaksakan apabila kita mengatakan bahwa mahasiswa merupakan ikut andil
memegang saham kebangkitan!
Pada akhirnya, bagaimanapun keadaannya,
seperti tertuang dalam sebuah hadits : “inna fii yaadi subba(n) amrul ummah”,
ditangan para pemuda (mahasiswa) lah masa depan sebuah bangsa. Penulis yakin mahasiswa
bisa mewujudkan ini semua. YAKUSA (Yakin Usaha Sampai)
Daftar Referensi
Paulo Freire dkk,1999, Menggugat
Pendidikan (Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis), Pustaka
Pelajar: Yogyakarta;
Rosyadi, Khoiron, 2004, Pendidikan
Profetik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta;
Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945;
Yunus, Firdaus,M, 2004, Pendidikan
Berbasis Realita Sosial, Logung Pustaka: Yogyakarta
Winarno Surakhmad, MSc. Ed. Prof. Pendidikan Nasional “Strategi dan Tragedi”
Penerbit Kompas, Jakarta 2009.
[1] Pendidikan
Nasional “Strategi dan Tragedi” Prof. Winarno Surakhmad, MSc. Ed. Penerbit
Kompas, Jakarta 2009
[2] Preambule
UUD 1945
[3] Pendidikan Nasional “Strategi dan Tragedi” Prof. Winarno Surakhmad,
MSc. Ed. Penerbit Kompas, Jakarta 2009
[4] I b i d
[5] Fidaus M. Yunus
(2004) “Pendidikan Berbasis Realitas Sosial”,
[6] Chaedar Alwasih
(1993;23)
[7] Paulo Freire
(1970;119)
[8] (menemukan bakat dan kemampuan pribadi dan
meng-ejawantahkan menjadi keunggulan- red)
Langganan:
Postingan (Atom)